بسم الله الرحمن الرحيم
“Jalan Ini Berat, tapi…”
Ustadz Abu Fawwaz Hafidzahullah
Muqadimmah
Puja dan Puji kita panjatkan kepada Allah yang atas nikmatNya pada pagi ini Allah Subhanahu wa Ta’ala kumpulkan kita di tempat yang mulia, dalam melaksanakan ketaatan dan kewajiban kita kepada Allah berupa menuntut ilmu. Dam wajib kita ketahui, bahwa menuntut Ilmu salah satu dari ibadah Ibadah yang terbesar. Berarti, bila menuntut ilmu meupakan Ibadah, maka duduknya kita di majelis Ilmu menjadi washilah seseorang dekat dengan Allah.
Kenapa menuntut Ilmu itu Ibadah? Karena ini adalah sebuah kewajiban. Lebih utama dibandinhkan Ibadah yang sunnah.
Misalnya, Ibadah Sunnah Shalat 2 Rakaat sebelum Subuh.
dari ‘Aisyah di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
“Dua raka’at fajar (shalat sunnah qobliyah shubuh) lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Muslim no. 725).
Sedangkan menuntut Ilmu lebih baik dari Ibadah Sunnah tersebut, karena menuntut Ilmu bagian dari kewajiban.
Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah. Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah no. 224)
Yang mana kita tahu, melaksanakan kewajiban lebih besar pahalanya dari melaksanakan Ibadah Sunnah. Ibadah Sunnah adalah pelengkap, sedangkan Ibadah wajib adalah pokok.
Sehingga kita wajib bersyukur dan berbahagia karena kita bisa kumpul ditempat ini. Bila kita bersyukur dan berbahagia setelah melaksanakan ketaatan, maka itu merupakan tanda keimaman seseorang.
Rasulullah Shallallahu’alayhi wa Sallam bersabda
“Barangsiapa yang membuat ia senang kebaikan-kebaikan nya, maka ia adalah orang yang beriman.”
Ketika kita hadir di Majelis Ilmu, kita mengkaji Al Quran dan hadist Rasulullah Shallallahu’alayhi wa Sallam, lalu kitapun dapat Shalat Tahiyatul Masjid, maka kita harus berbahagia, kita harus bersyukur karena itu merupakan Rizki dari Allah.
Rizki itu ada 2: badan & rohani, dan yang paling besar adalah Rizki Rohani.
Ketahuilah, di negara-negara maju mereka ini terpenuhi semua kebutuhan badan/jasmani nya. Akan tetapi, kasus bunuh diri tertinggi di negara maju. Maka dari sini kita tahu, bahwa hatinya itu kosong. Makanan hati bukan dengan kenikmatan hidup, tapi dengan Iman, dengan amal soleh.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman
…اَلَا بِذِكۡرِ اللّٰهِ تَطۡمَٮِٕنُّ الۡقُلُوۡبُ ؕ
“..Ingatlah dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.”
(QS. Ar-Ra’d : 28)
Tidak akan ada orang yang hati nya tenang bunuh diri.
Makanya berbahagialah ketika kita dapat duduk di Majelis Ilmu.
——————————–
Jalan berada di atas Ilmu, di atas Iman itu berat.
Istiqomah diatas Ilmu dan Amal itu berat.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman
يٰۤاَيُّهَا الۡاِنۡسَانُ اِنَّكَ كَادِحٌ اِلٰى رَبِّكَ كَدۡحًا فَمُلٰقِيۡهِۚ
Wahai manusia! Sesungguhnya kamu telah bekerja keras menuju Tuhanmu, maka kamu akan menemui-Nya.
(QS. Al Insyiqaq : 6)
Bekerja keras itu berat. Para Ulama menyebutkan, bekerja keras yang susah itu tidak hanya dalam kebaikan, semua manusia itu lelah, yang ta’at atau yang tidak. Tapi lebih lelah lagi manusia yang ta’at, karena selain ia ta’at ia pun harus melawan hawa nafsunya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman
وَاَمَّا مَنۡ خَافَ مَقَامَ رَبِّهٖ وَ نَهَى النَّفۡسَ عَنِ الۡهَوٰىۙ
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya”
فَاِنَّ الۡجَـنَّةَ هِىَ الۡمَاۡوٰىؕ
“Maka sungguh, surgalah tempat tinggal-(nya).”
(QS. An – Nazi’at : 40 – 41)
Tindak tanduk manusia yang takut kepada Allah tidak akan melanggar batas-batas Allah Ta’ala.
Melawan hawa nafsu itu berat tapi kita harus kuat.
Ketaatan itu berat, maka disebutkan juga Taklif (beban).
Bertahan di jalan ini berat, tapi hanya sebentar, kita akan bertemu dengan Allah Ta’ala.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman
فَاَمَّا مَنۡ اُوۡتِىَ كِتٰبَهٗ بِيَمِيۡنِهٖۙ
“Maka adapun orang yang catatanya diberikan dari sebelah kanannya,”
فَسَوۡفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَّسِيۡرًا ۙ
“maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah,”
وَّيَنۡقَلِبُ اِلٰٓى اَهۡلِهٖ مَسۡرُوۡرًا ؕ
“dan dia akan kembali kepada keluarganya (yang sama-sama beriman) dengan gembira.”
(QS. Al Insyiqaq : 7 – 9)
Dalam ayat lain dikatakan
فَأَمَّا مَنْ أُوتِىَ كِتَٰبَهُۥ بِيَمِينِهِۦ فَيَقُولُ هَآؤُمُ ٱقْرَءُوا۟ كِتَٰبِيَهْ
“Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia berkata: “Ambillah, bacalah kitabku (ini)”.
(QS. Al – Haqqah : 19)
Diakhirat boleh berbangga dengan amalan kita, karena di akhirat (Surga) tidak ada amal soleh. Maka bersabarlah ketika kita di dunia dalam menjalankan ketaatan, di dunia ini kita hanya sebentar.
Maka kita faham, jalan ini berat. Tidak ada yang mudah di dunia ini. Dunia ini susah. Dari mulai bayi sampai saat ini kita dalam keadaan susah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman
لَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ فِى كَبَدٍ
Artinya: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.
(QS. Al – Balad : 4)
Kita diciptakan dalam keadaan susah payah.
Maka jalan ini berat, tapi bersabarlah karena ini sebentar.
Dunia itu dikatakan dunia karena 2 hal;
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman
وَٱلْءَاخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰٓ
Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.
(QS. Al – ‘Alaa : 17)
Lawan dari akhirat adalah dunia, dan lawan dari baik itu buruk, dan lawan dari kekal adalah tidak kekal. Maka dunia itu lebih buruk dibanding akhirat, dan dunia itu tidak kekal.
Sunnah itu berat, sampai Rasulullah Shallallahu’alayhi wa Sallam mengatakan
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
“Berpegang teguhlah dengan sunnahku dan sunnah khulafa’ur rosyidin yang mendapatkan petunjuk (dalam ilmu dan amal). Pegang teguhlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian.”
(HR. Abu Dawud)
Maka bersabarlah, dan sabar itu bisa dengan berkumpul dengan teman yang Shalih/Shalihah. Kelak, akan ada orang yang memberikan Syafaat, dan Allah ijinkan.
Sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang syafaat antara sahabat di hari kiamat,
حتى إذا خلص المؤمنون من النار، فوالذي نفسي بيده، ما منكم من أحد بأشد مناشدة لله في استقصاء الحق من المؤمنين لله يوم القيامة لإخوانهم الذين في النار، يقولون: ربنا كانوا يصومون معنا ويصلون ويحجون، فيقال لهم: أخرجوا من عرفتم، فتحرم صورهم على النار، فيخرجون خلقا كثيرا قد أخذت النار إلى نصف ساقيه، وإلى ركبتيه، ثم يقولون: ربنا ما بقي فيها أحد ممن أمرتنا به، فيقول: ارجعوا فمن وجدتم في قلبه مثقال دينار من خير فأخرجوه، فيخرجون خلقا كثيرا، ثم يقولون: ربنا لم نذر فيها أحدا ممن أمرتنا…
“Setelah orang-orang mukmin itu dibebaskan dari neraka, demi Allah, Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh kalian begitu gigih dalam memohon kepada Allah untuk memperjuangkan hak untuk saudara-saudaranya yang berada di dalam neraka pada hari kiamat. Mereka memohon: Wahai Tuhan kami, mereka itu (yang tinggal di neraka) pernah berpuasa bersama kami, shalat, dan juga haji.
Dijawab: ”Keluarkan (dari neraka) orang-orang yang kalian kenal.” Hingga wajah mereka diharamkan untuk dibakar oleh api neraka.
Para mukminin inipun MENGELUARKAN BANYAK SAUDARANYA yang telah dibakar di neraka, ada yang dibakar sampai betisnya dan ada yang sampai lututnya.
Kemudian orang mukmin itu lapor kepada Allah, ”Ya Tuhan kami, orang yang Engkau perintahkan untuk dientaskan dari neraka, sudah tidak tersisa.”
Allah berfirman, ”Kembali lagi, keluarkanlah yang masih memiliki iman seberat dinar.”
Maka dikeluarkanlah orang mukmin banyak sekali yang disiksa di neraka. Kemudian mereka melapor, ”Wahai Tuhan kami, kami tidak meninggalkan seorangpun orang yang Engkau perintahkan untuk dientas…”
(HR. Muslim no. 183).
Maka yang bisa memberikan syafaat tidak hanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Syafaat yang khusus dapat dilakukan Rasulullah, yakni kepada;
1. Abu Tholib
2. Untuk orang yang masuk Syurga, karena tanpa Rasulullah ahli Syurga tidak akan bisa masuk
3. Syafaatul ‘Udma (agar disegerakan Hisab)
Adapun yang lainnya, teman bisa memberikan syafaat, Al Quran/Puasa memberikan Syafaat kepada Pembacanya,
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : اِقْرَؤُوْا القُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ القِيَامَةِ شَفِيْعًا لِأَصْحَابِهِ . رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Bacalah Al-Qur’an karena pada hari kiamat, ia akan datang sebagai syafaat untuk para pembacanya.”
(HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 804]
Bertahanlah, bersabarlah ketika kita berada dijalan ini.
46. BAB MENGGENDONG ANAK KECIL DI PUNDAK
Hadits ke 86
حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ قَالَ: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ عَدِيِّ بْنِ ثَابِتٍ قَالَ: سَمِعْتُ الْبَرَاءَ يَقُولُ: رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْحَسَنُ صَلَوَاتُ اللَّهِ عَلَيْهِ عَلَى عَاتِقِهِ، وَهُوَ يَقُولُ: اللَّهُمَّ إِنِّي أُحِبُّهُ فَأَحِبَّهُ
“Dari Al-Barra bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menggendong Hasan di pundaknya sambil beliau bersabda: “Ya Allah, aku cinta kepada dia, maka cintailah dia”(Shahih)
Perhatikan Barra bin ‘Azib menyebut hasan Shalawatullah’alayhi, sebutan Shalawat kepada Nabi Shallallahu’alayhi wa Sallam, dan kepada para Sahabatnya;
Bila kepada Sahabat ucapkan Radhiyallahu’anhum.
Karena Allah mengatakan
رَّضِىَ ٱللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا۟ عَنْهُ
(QS. Al Bayyinnah : 8)
Bila sekali-kali bershalawat kepada selain Nabi Shallallahu’alayhi wa Sallam boleh, akan tetapi hanya kepada Keluarganya. Tapi bila di biasakan itu salah.
Abu Ja’far Ath Thohawi menyebutkan dalam Aqidah Thohawiyah beliau menyebut Imam Abu Hanifah dengan kata-kata “ini adalah keyakinan Aqidah Imam Abu Hanifah Radhiyallahu’anhu”
Akan tetapi dominan nya para Ulama menyebutnya Rahimakumullah. Maka dari hadist di atas, yang benar itu Hasan Radhiyallahu’anhu, karena Hasan adalah seorang Sahabat.
Lalu, bagaimana bila penyebutan Ali (Karamallahu wajha) artinya semoga wajah Ali dimuliakan. Ini adalah dari Syi’ah, karena alasan mereka Ali tidak pernah melakukan kesyirikan, maka Ahlusunnah menjawab Abu Bakr Radhiyallahu’anhu lebih utama dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu’anhu, dan Abu Bakr pun tidak menyembah berhala. Artinya, seharusnya Abu Bakr lah yang lebih utama.
Hadist ini menunjukkan Hasan lebih utama dari Husain, tapi orang Syi’ah lebih mengutamakan Husain. Dan di hadist lain bahwa keutamaan Hasan adalah menyatukan Kaum Muslimin, karena pada waktu itu Hasan melepaskan jabatan nya dari Khalifah, kemudian menyerahkan kepada Mu’awiyyah Radhiyallahu’anhu, maka terjadilah persatuan Kaum Muslimin, yang awalnya sejak zaman ‘Ali – Abdullah bin Zubair terpecah belah saling berperang.
Dari Hudzaifah Ibnul Yaman radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَأَنَّ الْحَسَنَ وَالْحُسَيْنَ سَيِّدَا شَبَابِ أَهْلِ الْجَنَّةِ
“Sesungguhnya Al-Hasan dan Al-Husain adalah pemimpin para pemuda di surga.” (HR. Tirmidzi, no. 3781. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).
3 Indikator bahwa Ayah membuktikan rasa cinta kepada anaknya;
1. Menggendongnya
2. Menyampaikan rasa cinta kepada anaknya
3. Mendoakannya. Nabi Ibrahim’alayhissalam saja mendoakan anaknya, ini bukti cinta Ayah kepada anaknya.
Kenapa doa orang tua maqbul? Karena;
1. Ikhlas, dan diantara amalan yang diterima adalah yang ikhlash
2. Mencintai & menyayangi anak, dan ini perintah Allah
Rasulullah Shallallahu’alayhi wa Sallam mengatakan
ارْحَمُوا مَنْ فِي الْأَرْضِ يَرْحَمُكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ
“Sayangilah siapa yang ada di muka bumi, niscaya kamu akan disayangi oleh siapa saja yang ada di langit”
(HR At-Tirmidzi no. 1924).
Diantara sayang Allah kepada orang yang menyayangi yang lain itu dikabulkan doanya.