بسم الله الرحمن الرحيم
Ustadz Abu Fawwaz Dani Priyanto Hafidzahullah
Ahad, 20 Oktober 2024
Muqadimmah
Puja, Puji dan syukur hendaklah kita sampaikan kepada Allah yang Maha Ghofur, karena atas karuniaNya, atas rahmatNya dan kasih sayangNya, Allah memberikan kepada kita hidayah sunnah, islam, dan hidiyah untuk menuntut ilmu. Karena banyak sekali orang yang tidak seberuntung kita bisa dimudahkan oleh Allah untuk memuntut Ilmu, untuk belajar dan mengenal Sunnah yang Mulia. Dan nikmat ini perlu Kita pertahankan dan wajib kita tingkatkan, yaitu dengan cara bersungguh-sungguh di jalan ini.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman
وَٱلَّذِينَ جَٰهَدُوا۟ فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَمَعَ ٱلْمُحْسِنِينَ
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.
(QS. Al – Ankabut : 69)
Para ulama mengatakan, artinya yakni orang orang yang bersungguh-sungguh didalam mengamalkan apa yang mereka ketahui.
Syeikh Salim bin Ied Al-Hilaly dari tafsiran ini mengatakan, bahwa orang yang bersungguh-sungguh di jalan kami adalah orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam belajar, dan orang yang bersungguh-sungguh beramal dari Ilmu yang ia ketahui.
Dan inilah yang dinamakan dengan “Robbanaa aatina fiddunya hasanah”
Hasanah di dunia adalah ilnu yang bermanfaat, dan amal soleh yakni orang yang berilmu dan mengamalkan nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman
Dialah Allah yang mengutus para RasulNya, mengutus utusanNya dengan Ilmu dan dengan amal soleh.
Jadi para Nabi di utus kedunia untuk menyebarkan Ilmu dan mencontohkan amal, maka orang orang yang bersungguh di jalan Kami adalah orang yang bersungguh sungguh dalam belajar dan berilmu dan mengamalkan nya.
Kisah perjalanan Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu dari Madinah menuju Abdullah bin Unais radhiyallahu ‘anhu di negeri Syam, diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah dalam Al-Musnad, Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad, dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak. Dari Abdullah bin Muhammad bin ‘Aqil, dia mendengar Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu berkata,
بَلَغَنِي حَدِيثٌ عَنْ رَجُلٍ سَمِعَهُ مِنْ رَسُولِ اللهِ فَاشْتَرَيْتُ بَعِيرًا ثُمَّ شَدَدْتُ عليه رَحْلِي فَسِرْتُ إِلَيْهِ شَهْرًا حَتَّى قَدِمْتُ عَلَيْهِ الشَّامَ، فَإِذَا عَبْدُ اللهِ بْنُ أُنَيْسٍ فَقُلْتُ لِلْبَوَّابِ: قُلْ لَهُ جَابِرٌ عَلَى الْبَابِ. فَقَالَ: ابْنُ عَبْدِ اللهِ؟ قُلْتُ: نَعَمْ. فَخَرَجَ يَطَأُ ثَوْبَهُ فَاعْتَنَقَنِي وَاعْتَنَقْتُهُ فَقُلْتُ: حَدِيثًا بَلَغَنِي عَنْكَ أَنَّكَ سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللهِ فِي الْقِصَاصِ فَخَشِيتُ أَنْ تَمُوتَ أَوْ أَمُوتَ قَبْلَ أَنْ أَسْمَعَهُ. قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ يَقُولُ: يُحْشَرُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَوْقَالَ الْعِبَادُ عُرَاةً غُرْلًا بُهْمًا. قَالَ: قُلْنَا: وَمَا بُهْمًا؟ قَالَ: لَيْسَ مَعَهُمْ شَيْءٌ، ثُمَّ يُنَادِيهِمْ بِصَوْتٍ يَسْمَعُهُ مِنْ قُرْبٍ: أَنَا الْمَلِكُ أَنَا الدَّيَّانُ وَلَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ أَهْلِ النَّارِ أَنْ يَدْخُلَ النَّارَ وَلَهُ عِنْدَ أَحَدٍ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَقٌّ حَتَّى أَقُصَّهُ مِنْهُ، وَلَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ أَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ وَلِأَحَدٍ مِنْ أَهْلِ النَّارِ عِنْدَهُ حَقٌّ حَتَّى أَقُصَّهُ مِنْهُ حَتَّى اللَّطْمَةُ. قَالَ: قُلْنَا: كَيْفَ وَإِنَّا إِنَّمَا نَأْتِي اللهَ عَزَّ وَجَلَّ عُرَاةً غُرْلًا بُهْمًا؟ قَالَ: بِالْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ
“Telah sampai kepadaku sebuah hadis dari seseorang yang langsung mendengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (sedangkan aku tidak mendengar dari Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam, –pen).” Jabir berkata, “Aku pun bersegera membeli seekor unta. Aku persiapkan bekal perjalananku dan aku tempuh perjalanan satu bulan untuk menemuinya, hingga sampailah aku ke Syam. Ternyata orang tersebut adalah Abdullah bin Unais.” Aku berkata kepada penjaga pintu rumahnya, “Sampaikan kepada tuanmu bahwa Jabir sedang menunggu di pintu.”
Penjaga itu masuk dan menyampaikan pesan itu kepada Abdullah bin Unais. Abdullah bertanya, “Jabir bin Abdillah?” Aku menjawab, “Ya, benar!” (Begitu tahu kedatanganku), Abdullah bin Unais bergegas keluar, lalu dia merangkulku dan aku pun merangkulnya.” Aku berkata kepadanya, “Telah sampai kepadaku sebuah hadis, dikabarkan bahwa engkau mendengarnya langsung dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang qishash (pembalasan atas kezaliman di hari kiamat, –pen.). Saya khawatir engkau meninggal terlebih dahulu atau aku yang lebih dahulu meninggal sementara aku belum sempat mendengarnya.”
Abdullah bin Unais berkata, “Saya telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Seluruh manusia atau hamba nanti akan dikumpulkan di hari kiamat dalam keadaan telanjang, tidak berkhitan, dan buhma.’ Kami bertanya, ‘Apa itu buhma?’ Beliau menjawab, ‘Tidak membawa apa pun.’
Kemudian Allah ‘Azza Wajalla menyeru mereka dengan suara yang semua mendengar, ‘Aku adalah Al-Malik (Maharaja)! Aku adalah Ad-Dayyan (Yang Maha Membalas amalan hamba)! Tidaklah pantas bagi siapa pun dari kalangan penghuni neraka untuk masuk ke dalam neraka, sementara masih ada hak penghuni surga pada dirinya hingga Aku mengqishashnya (yakni, diselesaikan hak penghuni surga itu darinya). Tidak pantas pula bagi siapa pun dari kalangan penghuni surga untuk masuk ke dalam surga, sementara masih ada hak penghuni neraka pada dirinya hingga Ku-selesaikan hak penghuni neraka itu darinya, meskipun hanya sebuah tamparan.’”
Kami bertanya, “Bagaimana caranya menunaikan hak mereka, sedangkan kita menemui Allah ‘Azza Wajalla dalam keadaan tidak berpakaian, tidak berkhitan, dan tidak memiliki apa pun?” Nabi menjawab, “Diselesaikan dengan kebaikan dan kejelekan yang kita miliki.”
(Imam Ahmad dalam Al-Musnad, 3: 495; Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad, no. 970; Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, 4: 574).
Setelah mengetahui hal tersebut, maka menjadi aib ketika kita mau mendengar hadist lalu kita bermalas-malasan. Di zaman kita ini sudah Allah mudahkan, tidak harus berjalan 1 bulan utk mendengarkan 1 hadist.
Jadikanlah kesungguhan dalam belajar dan kesunggihan dalam mengamalkan ilmu sbg bekal untuk kita menuju akhirat, sebagai persiapan kita menuju akhirat, karena semua kematian itu mendadak. Dan diantara kiamat adalah, kematian yang mendadak. Diantara dampak kematian yang mendadak adalah tidak sempat orang yang meninggal ini berwasiat kepada keluarganya dan tidak sempat pulang dulu kerumahnya. Maka bekal kita itu belajar dan beramal.
Dikisahkan bahwa ada seorang nenek, ia selalu terbiasa berwudhu bahkan sebelum datang waktu sholat. Ketika ditanya kenapa nenek itu melakukan nya, ia menjawab bahwa ketika nanti Allah memanggilnya, nenek sudah dalam keadaan siap.
Panggilan Allah itu 2, yakni panggilan Adzan dan panggilan kematian. Makanya ketika kita ingin siap ketika dipanggil yang kedua, maka bersiap-siaplah ketika hendak Sholat. Mudah-mudahan dengan hal itu, ketika Allah memanggil kita dengan keadaan sudah siap.
———————————-
Bab Para Ibu yang Penyayang
Dari judul diatas bahwasannya fitrahnya seorang Ibu itu sangat menyayangi anaknya. Pada hadist ini, Allah menjanjikan Syurga kepada orangtua yang begitu menyayangi anaknya. Akan tetapi, orang non Muslim sesayang apapun kepada anaknya mereka tidak akan masuk Syurga, karena mereka tidak mengetahui Ilmunya. Bersyukurlah kita yang Allah berikan kepada kita, yang semoga dengan Ilmu itu Allah memberikan kita pahala.
Orang kafir ini amalnya diakhirat bertebangan bagai debu karena tidak berilmu.
Hadits no. 89
حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ: حَدَّثَنَا ابْنُ فَضَالَةَ قَالَ: حَدَّثَنَا بَكْرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْمُزَنِيُّ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ: جَاءَتِ امْرَأَةٌ إِلَى عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، فَأَعْطَتْهَا عَائِشَةُ التَّمْرَتَيْنِ وَنَظَرَا إِلَى أُمِّهِمَا، فَعَمَدَتْ إِلَى التَّمْرَةِ فَشَقَّتْهَا، فَأَعْطَتْ كُلَّ صَبِيٍّ نِصْفَ تَمْرَةٍ، فَجَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَتْهُ عَائِشَةُ فَقَالَ: «وَمَا يُعْجِبُكَ مِنْ ذَلِكَ؟ لَقَدْ رَحِمَهَا اللَّهُ بِرَحْمَتِهَا صَبِيَّيْهَا» صحيح
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu’anhu mengatakan
Seorang perempuan datang kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha(sambil membawa dua anaknya dan meminta-minta) lalu Aisyah memberikan tiga buah kurma kepadanya dan perempuan itu memberikan kepada masing-masing anaknya satu buah kurma, dan menyisakan satu kurma untuk dirinya. Lalu kedua anak itu makan kurma tersebut dengan lahapnya (setelah memakan kurma) ia melihat kepada ibunya, kemudian perempuan tersebut melihat satu buah kurma (yang tersisa untuknya), maka dibelahnya menjadi dua dan diberikan kepada masing-masing anaknya. Setelah itu Nabisallallahu alaihi wasallam datang, maka Aisyah radiallahu anhamenceritakannya. Kemudian Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Apa yang membuatmu heran dengan kejadian tersebut? Sungguh Allah telah menyayanginya karena dia telah menyayangi anaknya.” [shohih]
Makna Syurga (kehidupan akhirat) dalam QS. At – Tiin yakni;
1. Tidak terbatas
2. Tidak berkurang
Sedangkan, kehidupan dunia itu sebaliknya, terputus dan berkurang. Maka sungguh sangat bodoh ada yang mengejar kenikmatan dunia dengan melalaikan kehidupan akhirat.
Faidah dari Hadist ke-89
1. Bolehnya meminta, tapi dengan syarat yakni tidak ada apapun sama sekali, lalu boleh minta itu ketika ada makanan untuk dipagi hari tapi untuk siang dan malam hari belum terbayangkan.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ التَّقِىَّ الْغَنِىَّ الْخَفِىَّ
“Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertakwa, hamba yang hatinya selalu merasa cukup dan yang suka mengasingkan diri.”Mengasingkan diri berarti amalannya pun sering tidak ditampakkan pada orang lain.
(HR. Muslim)
Konsepnya kita usahakan jangan meminta, tapi bila menerima boleh.
2. Bolehnya menceritakan kebaikan, terutama bila memberikan manfaat. Berikut diantara hal yang boleh diceritakan;
– kebaikan kita dimasa lalu
– kesusahan dimasa lalu, dengan syarat saat bercerita sudah tidak susah. Misalnya kisah ‘Aisyah Radhiyallahu’anhaa yang bercerita kepada Abdullah bin Zubair setelah wafat Rasulullah Shallallahu’alayhi wa Sallam.
Ummul Mukminin Aisyah radhiallallahu’anha mengatakan:
كان يأتي علينا الشهرُ ما نوقِدُ فيه نارًا، إنما هو التمرُ والماءُ، إلا أن نؤتى باللُّحَيمِ
“Pernah kami melalui suatu bulan yang ketika itu kami tidak menyalakan api sekali pun. Yang kami miliki hanya kurma dan air. Kecuali ada yang memberi kami hadiah berupa potongan daging kecil untuk dimakan” (HR. Bukhari no. 6458, Muslim no. 2282).
Aisyah bercerita ketika kehidupan nya sudah layak, kehidupan ekonominya sudah dijamin oleh para Sahabat Radhiyallahu’anhum.
Dan yang tidak boleh diceritakan adalah dosa di masa lalu.
Allah memaafkan hambaNya selama hambaNya tidak menceritakan dosa-dosanya
3. Keutamaan ‘Aisyah Radhiyallahu’anhaa. Dalam hadist itu diceritakan ‘Aisyah Radhiyallahu’anhaa memberikan 3 kurma sisa yang ia miliki.
Dari Abdullah ibnu Zubair, ia berkata,
ما رأيت امرأتين أجود من عائشة وأسماء، وجودهما مختلف، أما عائشة فكانت تجمع الشيء إلى الشيء، حتى إذا كان اجتمع عندها قسمت، وأما أسماء فكانت لا تمسك شيئاً لغد
“Saya tidak pernah melihat dua orang wanita yang lebih dermawan dari Aisyah dan Asma’. Bentuk kedermawanan mereka pun berbeda, Aisyah mengumpulkan harta sedikit demi sedikit, kemudian dia akan membagikannya jika sudah terkumpul. Adapun Asma’, ia (langsung membagi harta yang ia peroleh tanpa) menunggu hari esok.”
(Shahih secara sanad)
4. Bersedekah dengan yang sedikit. Maka berusahalah bersedekah disaat mudah, dan bersedekah disaat susah.
Apalagi ketika kita memili harta yang banyak.
5. Kita berusaha mendapatkan kasih sayang Allah dengan cara menyayangi oranglain. Diantara usaha masuk Syurga adalah dengan menyayangi oranglain. Maka disini menunjukkan bahwasannya Ibu itu dianjurkan untuk mendahulukan anak (dalam hal tertentu), dan ini berlaku juga untuk seorang Suami/Ayah. Jangan pelit kepada keluarga, bagaimana mungkin engkau disayang Allah akan tetapi engkau pelit terhadap keluarga, atau oranglain.
Bab tentang Mencium Anak-Anak
Hadits no. 90
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ هِشَامٍ، عَنْ عُرْوَةَ، عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: أَتُقَبِّلُونَ صِبْيَانَكُمْ؟ فَمَا نُقَبِّلُهُمْ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَوَ أَمْلِكُ لَكَ أَنْ نَزَعَ اللَّهُ مِنْ قَلْبِكَ الرَّحْمَةَ؟» صحيح
“Pernah datang seorang Arab Badui kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Orang Badui itu mengatakan, “Apakah kalian mencium anak-anak kecil kalian? Di masyarakat kita, tidak ada mencium anak-anak kecil.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apa yang bisa aku perbuat untukmu apabila Allah telah mencabut dari hatimu rahmat.” [shohih]
Seorang ayah yang tidak pernah mencium anak nya di khawatirkan Allah telah mencabut rahmat di hatinya. Apalagi segala urusan yang berhubungan dengan anak hanya dilakukan oleh istri, ayahnya tidak pernah mau tau tentang itu.
Imam nawawi dengan hadits ini berpendapat bahwa mencium pipi anak atau bagian wajah yang lainnya dahi,mata dll hukumnya wajib. Karena hadits ini menunjukan orang yang tidak pernah mencium anaknya di khawatirkan rahmat telah di cabut oleh Allah subhaanaahu wata’aala.
Hadits no. 91
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ قَالَ: أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ، عَنِ الزُّهْرِيِّ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ: قَبَّلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَسَنَ بْنَ عَلِيٍّ وَعِنْدَهُ الْأَقْرَعُ بْنُ حَابِسٍ التَّمِيمِيُّ جَالِسٌ، فَقَالَ الْأَقْرَعُ: إِنَّ لِي عَشَرَةً مِنَ الْوَلَدِ مَا قَبَّلْتُ مِنْهُمْ أَحَدًا، فَنَظَرَ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ: «مَنْ لَا يَرْحَمُ لَا يُرْحَمُ» صحيح
“Dari abu hurairah berkata: Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam mencium hasan bin ‘ali dan disamping nya ada aqra bin habis at-tamimi sedang duduk, lalu aqra’ berkata : aku mempunyai sepuluh orang anak dan akj tidak pernah mencium seorangpun dari mereka. Lalu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menatap aqra’ kemudian bersabda : siapa yang tidak menyayangi maka dia tidak disayang” [shohih]
Bahwasannya orang tua yang mencium anaknya ketika kecil ini merupakan suatu kasih sayang adapun ketika anak sudah besar dan orangtua ingin mencium nya sebagian ulama membolehkan dengan syarat mencium nya karena kasih sayang dan bukan karena syahwat dan tidak menciumnya di bibir.
Di hadist 90 Rasulullah Shallallahu’alayhi wa Sallam memberitahu dengan perkataan, lalu di hadist 91 Rasulullah Shallallahu’alayhi wa sallam melakukan nya.
Dari hadist-hadist yang disebutkan, menunjukkan bahwa mencium anak itu fitrah, begitupun dengan menggendongnya. Apalagi ketika kita sudah ada hadistnya, kita melakukan nya dan kita berharap pahala. Apa manfaatnya? Yakni kita bisa dekat dengan anak, dan ketika sudah dekat maka anak akan lebih mudah di nasehati.
———————————
Shirah Nabawiyah
Lanjutan dari Faidah Nabi Shallallahu’alayhi wa Sallam dakwah terang-terangan;
Jangan malu untuk menunjukan identitas seorang Muslim.
Dakwah yang dilakukan secara terang-terangan yakni Sholat, sampai Nabi Shallallahu’alayhi wa Sallam dilempari kotoran Unta.
Berikut kisah Penyihir Fir’aun
Fir’aun mengumpulkan para tukang sihirnya agar membuat tipu daya terhadap Musa namun Allah selalu mengawasi mereka:
قال الله تعالى : وَجَآءَ ٱلسَّحَرَةُ فِرۡعَوۡنَ قَالُوٓاْ إِنَّ لَنَا لَأَجۡرًا إِن كُنَّا نَحۡنُ ٱلۡغَٰلِبِينَ ١١٣ قَالَ نَعَمۡ وَإِنَّكُمۡ لَمِنَ ٱلۡمُقَرَّبِينَ [الأَعرَافِ: 114-113]
“Dan beberapa ahli sihir itu datang kepada Firaun mengatakan : Apakah sesungguhnya kami akan mendapat upah, jika kamilah yang menang?. Firaun menjawab: “Ya, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan termasuk orang-orang yang dekat (kepadaku)”. [Al-A’raf/7: 113-114].
Mereka adalah para tukang sihir yang ahli:
قال الله تعالى : قَالُواْ يَٰمُوسَىٰٓ إِمَّآ أَن تُلۡقِيَ وَإِمَّآ أَن نَّكُونَ نَحۡنُ ٱلۡمُلۡقِينَ ١١٥ قَالَ أَلۡقُواْۖ فَلَمَّآ أَلۡقَوۡاْ سَحَرُوٓاْ أَعۡيُنَ ٱلنَّاسِ وَٱسۡتَرۡهَبُوهُمۡ وَجَآءُو بِسِحۡرٍ عَظِيمٖ [الأَعرَافِ: 116-115]
” Ahli-ahli sihir berkata: “Hai Musa, kamukah yang akan melemparkan lebih dahulu, ataukah kami yang akan melemparkan?”. Musa menjawab: “Lemparkanlah (lebih dahulu)!” Maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka mendatangkan sihir yang besar (menakjubkan). [Al-A’raf/7: 115-116]
Namun Fir’aun dan rakyatnya, serta para tukang sihir dan dukun dikagetkan dengan sebuah peristiwa:
قال الله تعالى : وَأَوۡحَيۡنَآ إِلَىٰ مُوسَىٰٓ أَنۡ أَلۡقِ عَصَاكَۖ فَإِذَا هِيَ تَلۡقَفُ مَا يَأۡفِكُونَ ١١٧ فَوَقَعَ ٱلۡحَقُّ وَبَطَلَ مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ ١١٨ فَغُلِبُواْ هُنَالِكَ وَٱنقَلَبُواْ صَٰغِرِينَ [الأَعۡرَافِ:119-117]
Dan kami wahyukan kepada Musa: “Lemparkanlah tongkatmu!” Maka sekonyong-konyong tongkat itu menelan apa yang mereka sulapkan. Karena itu nyatalah yang benar dan batallah yang selalu mereka kerjakan. Maka mereka kalah di tempat itu dan jadilah mereka orang-orang yang hina. [Al-A’raf/7: 117-119].
Walaupun peristiwa yang lebih menggegerkan dan mengejutkan belum memuncak, akan tetapi suasana semakin memanas pada saat seluruh tukang sihir yang didatangkan oleh Fir’aun beriman kepada Allah Azza wa Jalla:
قال الله تعالى : وَأُلۡقِيَ ٱلسَّحَرَةُ سَٰجِدِينَ ١٢٠ قَالُوٓاْ ءَامَنَّا بِرَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ١٢١ رَبِّ مُوسَىٰ وَهَٰرُونَ [الأَعۡرَافِ:122-120]
Dan ahli-ahli sihir itu serta merta meniarapkan diri dengan bersujud. Mereka berkata: “Kami beriman kepada Tuhan semesta alam, “(yaitu) Tuhan Musa dan Harun”. [Al-A’raf/7: 120-122]
Maka Fir’aunpun mulai mengancam dan menindak mereka:
قال الله تعالى : لَأُقَطِّعَنَّ أَيۡدِيَكُمۡ وَأَرۡجُلَكُم مِّنۡ خِلَٰفٖ ثُمَّ لَأُصَلِّبَنَّكُمۡ أَجۡمَعِينَ [الأَعۡرَافِ: 124]
“Demi, sesungguhnya aku akan memotong tangan dan kakimu dengan bersilang secara bertimbal balik, kemudian sungguh-sungguh aku akan menyalib kamu semuanya.” [Al-A’raf/7: 124].
Para tukang sihir yang beriman ini tetap kepada pilihan nya, beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala meskipun diancam oleh Fir’aun.
4. Ikuti kebiasaan masyarakat disekitar kita selama itu bukan perkara yang haram. Maka kata Imam Ahmad Rahimahullah mengatakan janganlah engkau selisihi kebanyakan manusia kecuali dalam perkara yang haram.
5. Ketika Nabi Shalllahu’alayhi wa Sallam diantara manusia yang menolak adalah Abu Lahab sampai turun ayat dalam QS. Al – Lahab. Menunjukan bahwa dakwah Islam bukanlah dakwah Ashabiyah (kelompok), saat itu yang pertama kali menolak dakwah Rasulullah adalah keluarganya, bukan kabilahnya.
Allah telah menyatukan kaum Muslimin dimanapun ia berada dengan kalimat Tauhid, maka jangan dipecah belah.
6. Dilihat daei turun nya ayat QS. Al – Lahab ayat ke-1, ini merupakan salah satu mukjizat Al Quran terbesar, ketika ayat ini turun Abu Lahab masih hidup. Tetapi hukum Al Quran telah pasti dia jadi ahli neraka, padahal yang memusuhi Nabi Muhammad bukan hanya Abu Lahab.
7. Bahwasannya dalam mendidik, sisi memberi peringatan harus dijalankan, tapi sisi yang lain juga harus di jalani.
Misal bila kita melakukan kebaikan pasti balasan nya Surga.
Harus kita seimbangkan memberi peringatan dengan memberikan janji manis.