بسم الله الرحمن الرحيم
Ustadz Abu ‘Aisyah Iwan Darmawan حفظه الله
Fiqh Tayamum
Muqadimmah
Kita panjatkan puji dan syukur kepada Allah, pada kali ini Allah memberikan berbagai macam nikmat. Diantara nikmat Allah kepada kita yakni kita merasakan nikmat sehat, yang mana dengan nikmat ini Allah berikan kita kekuatan untuk dapat menuntut Ilmu. Berapa banyak manusia yang ingin menuntur Ilmu, akan tetapi mereka dalam keadaan sakit. Dan sakitnya ini menjadi ladang Ibadah untuknya, karena dengan sakit ia bersabar dalam Ibadahnya, ketika sakit ia akan berdoa bersungguh-sungguh kepadaNya.
————————
Islam memiliki kaidah yang luar biasa, sesungguhnya Agama ini mudah. Dan kemudahan ini menunjukkan bahwa Allah sangat membeeikan kasih sayangNya kepada pemeluk Agama ini. Tidak akan pernah Allah mempersulit hambaNya dalam berbagai macam hal. Bukan hanya perkara Ibadah saja tapi dalam semua hal.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
فَاِ نَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan,”
(QS. Al-Insyirah 94: Ayat 5)
اِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
“sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.”
(QS. Al-Insyirah 94: Ayat 6)
Para Ulama menafsirkan ayat ini bahwa jika seorang hamba Allah uji dengan satu kesulitan, maka niscaya Allah akan memberikan jalan keluar yang lebih banyak. Karena sifat Allah naqirah maka semua solusi sudah Allah sediakan.
Kenapa ketika di uji kita tidak mendapatkan solusi?
Karena kita tidak banyak rihlah di majelis Ilmu.
Bila ada masalah hidup tempat pertama yang di datangi adalah Masjid, setelah berdzikir, maka akan betahlah di Majelis Ilmu.
Secara hukum asal agama kita ini tidak sulit. Karenanya ketika Rasulullah Shallallahu’alayhi wa Sallam bersama para Sahabat ketika pulang dari sebuah perang. Yang mana Rasulullah Shallallahu’alayhi wa Sallam saat itu ditemani oleh ‘Aisyah Radhiyallahu’anhaa. Ditengah perjalanan Rasulullah Shallallahu’alayhi wa Sallam berhenti ditengah jalan, lalu ‘Aisyah ingin melaksanakan hajatnya. Saat itu kalung Aisyah terjatuh, maka Aisyah berkata bahwa kalungnya hilang. Maka mereka semua mencari kalung itu, bahkan saat itu sudah masuk waktu Shalat, bahkan sudah sampai akhir waktu Shalat, dan sampai ada Sahabat yang Shalat tapi tidak berwudhu. Maka Abu Bakr Ash – Siddiq Radhiyallahu’anhu marah. Para Sahabat tidak membawa air dan tidak ada air, makanya ada Sahabat yang tidak berwudhu ketika Shalat, maka turunlah ayat;
Allah Ta’ala berfirman,
وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ
Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu.” (QS. An-Nisa’: 43)
Tayamum adalah hendak melakukan sesuatu, maksudnya bisa jadi melakukan sebuah Ibadah. Tayamum akan berkaitan dengan waktu ibadah, terutama Sholat.
Tayamum menurut Isyarat adalah sebuah Ibadah yang mana Ibadah ini menyapukan debu ke wajah dengan tangan dalam syarat yang di khususkan. Tujuan tayamum bukan untuk mengotori wajah atau tangan, tapi mengambil syarat-syarat sah untuk tayamum.
Dalam rukhsah itu berbeda dengan hukum asal.
Misalnya, ketika berwudhu terlewat 1 kuku saja maka tidak sah wudhunya. Hukum asal Ibadah harus sempurna, hukum asal Sholat itu harus suci dari hadast, yakni sudah berwudhu ataupun mandi. Maka wudhu nya harus sempurna. Akan tetapi berbeda dengan rukhsah.
وَشَرَائِطُ التَّيَمُّمِ خَمْسَةُ أَشْيَاءَ: وُجُوْدُ العُذْرِ بِسَفَرٍ أَوْ مَرَضٍ، وَدُخُوْلُ وَقْتِ الصَّلاَةِ، وَطَلَبُ الماَءِ، وَتَعَذُّرُ اِسْتِعْمَالِهِ وَإِعْوَازُهُ بَعْدَ الطَّلَبِ، وَ التُّرَابُ الطَّاهِرُ الَّذِي لَهُ غُبَارٌ فَإِنْ خَالَطَهُ جِصٌّ أَوْ رَمْلٌ لَمْ يُجْزِ.
Syarat tayamum ada lima, yaitu:
1. Ada uzur, baik karena safar atau sakit.
2. Masuk waktu shalat.
3. Telah berusaha mencari air, tetapi tidak memperolehnya.
4. Ada air, tetapi ada uzur untuk menggunakannya dan membutuhkan air setelah mencarinya.
5. Tersedia tanah yang suci yang mengandung debu. Jika bercampur dengan kapur atau pasir, maka tidak cukup.
Ibnu Abbas Radhiyallahu’anhu mengatakan
Jika kalian sakit, maka tayamumlah. Dan jika dalam keadaan safar, dan tidak mendapatkan air maka bertayamumlah.”
Itulah alasan bolehnya tayamum.
Dalam safar ada beberapa keadaan berkaitan dengan air;
– ketika safar yakin tidak ada air, maka kita tidak perlu mencari air terlebih dahulu, yakin nya pakai jarak kurang lebih 8 Km yakin tidak ada air maka tidak perlu mencari air.
Jarak ini, diperkirakan ketika kita mencari air habis waktu Shalat itu. Karena ada Sholat yang harus on time, misal Sholat Subuh.
– kondisi ketika memungkinkan kita menemukan air disekitar tempat yang kita ketahui ketika safar, bisa jadi dekat atau bisa jadi jauh. Maka dengan kondisi ini, kita wajib mencari air.
– yakin akan ada air disekitar kita, maka disini para Ulama menyebutkan terbagi menjadi 3 kedaan;
1. Di yakini bahwa air tersebut tersebar banyak, maka orang imi wajib menuju perairan tersebut dan tidak boleh sama sekali untuk tayamum.
Dikatakan oleh Ulama Muhammad bin Yahya, jarak nya ini sekitar 1 Km maka wajib mencarinya.
Maka dalam masalah ini, dalam mazhab Syafi’iyyah tidak boleh untuk bertayamum.
2. Perlu diingat, mengenai waktu yang dibutuhkan ke perairan tersebut, apakah menghabiskan waktu Sholat atau tidak.
Maka ketika yakin ada perairan yang dekat, meskipun jarak nya jauh, kita harus tahu dulu berapa lama jarak tempuh ke perairan. Bila memang waktunya cukup, maka kita usahakan pergi ke perairan sebelum Adzan.
Imam Murofi’ dikatakan Ulama Mahzab
Imam Nawawi dikatakan muhakki mahzab
3. Keadaan nya tidak begitu membutuhkan waktu yang banyak dan jaraknya lebih dekat, maka wajib berwudhu
4. Ada air, jarak bisa disesuaikan, tapi air tersebut diperebutkan orang banyak sampai habis waktu Sholat, maka dalam keadaan ini kita lihat hitungan nya, apabila menunggu waktu Sholat habis, maka bertayamumlah.
2. Bertayamum boleh ketika sakit, ada rinci dalam 3 bagian;
– ditakutkan ketika wudhu terkena air ia bisa wafat, atau bisa kehilangan bagian tubuhnya, atau bisa jadi di khawatirkan hilang fungsi dari bagian tubuhnya. Maka sakit dengan keadaan seperti ini akan mendatangkan mudharat bagi ia, dibolehkan tayamum
– ditakutkan ketika berwudhu bertambah sakitnya dan lebih lama sakitnya. Baik point 1 dan 2 ini, semuanya berdasarkan medis dan disampaikan oleh ahlinya.
Dalam keadaan ke 2 ini ia boleh untuk bertayamum.
– ditakutkan jika terkena air, maka ia merasa bertambah sakit akan tetapi bertambah sakitnya dalam keadaan yang wajar. Contohnya ketika kita merasa kepala pusing atau gigi sakit.
Keadaan seperti ini tidak boleh untuk bertayamum. Karena tayamum adalah rukhsah bukan pilihan. Berbeda dengan mengusap Khuf yakni pilihan karena mengusap Khuf itu tidak perlu sebab.
Diantara sebab wudhu itu wajib yakni datangnya waktu Sholat
Sedangkan wudhu Sunnah bisa karena waktu bisa karena keadaan.
3. Datang waktu Sholat.
Karena tayamum ini menjadi rukhsah, maka harus ketika masuk waktu yang mewajibkan untuk tayamum (waktu Sholat). Tidak sah tayamum ketika dilakukan sebelum datang waktu Sholat.
4. Bertayamum itu menggunakan debu yang suci, makanya bisa ditiup. Tidak perlu sampai menggali tanah, dan tidak boleh sampai mengotori bagian tubuh yang digunakan untuk bertayamum.
فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا
“Kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci).” (QS. An-Nisaa’: 43)
وَجُعِلَتْ لِي الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُوْرًا
“Dijadikan bagiku bumi sebagai tempat shalat dan alat untuk bersuci.” Yang dimaksud al-ardhu di sini adalah seluruh permukaan bumi, karena alif laam yang ada dalam kata al-ardhu menunjukkan istighroq afroodul jinsi, mencakup seluruh jenis. (Minhah Al-‘Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram, 2:79)
Imam Nawawi Rahimahullah mengatakan Tanah yang digunakan bertayamum yakni tanah yang tidak dilalui oleh manusia, debu tanah yang dekat dengan pohon atau tanaman.
Bahkan Sufyan ats-Tsauri Rahimahullah mengatakan, boleh menggunakan tanah meskipun dengan salju.
Dalam Syarh al Adromiyah ditambahkan syarat Tayamum yakni wajib mencari air.